Kamis, 18 September 2008

History Teach Us



Penulis : Rusdhy Husein

Ketika Hatta menjadi Perdana Menteri 29 Januari 1948, Republik Indonesia nyaris hancur, dan adanya kesimpulan bahwa masa depan RI gelap. Perundingan dengan Belanda ridak ada kemajuan. Memang benar perundingan Renville telah sempat ditanda tangani itu tapi "Geforceerd" kata sejumlah orang dan baru mengenai hal-hal yang prinsip yang umum saja. Suasana dalam negeri tidak menjanjikan, ekonomi sulit, produksi negara sangat kurang khususnya dibidang pangan, nilai ORI (Oeang Republik Indonesia) menurun terus, karena terjadi banyak pertempuran pengungsi berdatangan ke Ibu Kota Yogyakarta, Kesulitan hidup terutama kalangan pegawai negeri menjadi perbincangan kabinet. Front Demokrasi Rakyat (FDR) dibawah Amir Sjarifudin menjalankan fungsi oposisi yang justru memanfaarkan kesulitan yang dihadapi pemerintah itu, bahkan dipakai sebagai faktor untuk menjalankan agitasi politik. Demonstari dan pemogokan dijalankan. Yang paling terkenal adalah pemogokan pabrik goni di Delangu. Padahal Hatta sedang menjalankan Rehabilitasi dan Rasionalisasi dalam kalangan tentara. Kesempatan inipun dipergunakan FDR. Keadaan politik yang keruh, ditambah pula hubungan diantara partai politik meruncing. Saat itulah pada 11 Agustus 1948 seorang tokoh kiri, Muso pulang ketanah air. Dirinya memperkenalkan konsep "Jalan Baru bagi Republik", sesuatu yang menggiurkan dikalangan partai kiri. Linggajati dan Renville yang merupakan kebijakan pemerintah untuk berunding dengan Belanda dinyatakan sebagai kesalahan besar. Namun sebelum itu, pada tanggal 20 Mei 1948 diadakan "Hari Kebangunan Nasional" yang mengkampanyekan Persatuan dan Kesatuan bangsa Indonesia. Dan dalam suasana dalam negeri yang memperihatinkan ini, diadakan Pekan Olahraga Nasional yang pertama di Solo tanggal 9 September 1948. Tapi suasana yang mampu menggembirakan rakyat ini menjadi suram kembali dengan terjadinya gerakan perlawanan kepada pemerintah oleh FDR dikota Madiun. Belum lagi usaha perlawanan itu diatasi secara menyeluruh, perundingan Indonesia-Belanda di Kaliurang tidak membawa hasil menjanjikan bahkan terkesan secara sepihak Indonesialah yang disalahkan. Keadaan yang memburuk ini bertambah menjadi malapetaka saat Belanda melakukan Agresi Militernya yang kedua pada tanggal 19 Dsember 1948 tanpa dunia Internasional yang diwakili Komisi Jasa Baik, KTN mampu berbuat sesuatu. Hancurkah Republik ?. Ternyata tidak, Sengsara yang membawa nikmat, kata orang. Hatta memang bertangan dingin. Semua perkiraan dan perhitungannya jauh melampaui De Beel yang sedang bernasib jelek itu. !949 merupakan tahun kemenangan bagi Republik Indonesia. Tuhan sudah menentukan "Indonesia mampu mempertankan kemerdekaannya yang di Proklamsikan tanggal 17 Agustus 1945" Penyerahan kedaulatan hanya menjadi awal dari kembalinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1950. Apakah yang sebetulnya kita alami ?. "We loose the battles but we win the war". Kemenangan berada di pihak Republik Indonesia. Bagi yang percatya anggka 9 merupakan pertanda baik. Apakah zaman pemerintahan SBY angka 9 juga mendatangkan kemujuran ?...Kita tunggu saja.

Tidak ada komentar: