Kamis, 04 September 2008

Konferensi Asia-Afrika Masih Bergaung

Oleh: RUDI HARTONO“Kalau penggagasnya sudah pergi, maka gagasannya juga sudah terkubur” demikian menurut beberapa ilmuwan sosial. Mereka pemikir-pemikir baru—yang sebenarnya masih bau kencur, terus menganggap pemikiran-pemikiran besar di masa lalu sebagai sesuatu yang sudah usang, tidak relevan, dan tidak tepat untuk situasi sekarang. Demikian pula dengan gagasan-gagasan Bung Karno, Zhou Enlai, Nehru, dan beberapa tokoh penggagas Konfrensi Asia-Afrika, sudah dianggap mati bersama dengan kepergian sang tokoh. Belum lagi, perjuangan pembebasan nasional yang dikobarkan bangsa-bangsa Asia dan Afrika, dalam melawan kolonialisme dan Imperialisme---dalam bentuk apapun, kini dianggap sudah mati oleh teoritisi sosial-borjuis. banyak teoritisi borjuis, diantaranya Huntington, Fukuyama, dan banyak lagi yang mengira bahwa sejarah pertentangan antara Negara jajahan dan Negara Imperialis telah berakhir, dan demikian solidaritas antar bangsa-bangsa terjajah tak diperlukan lagi; tokh, bangsa-bangsa tersebut telah merdeka.
Bagi mereka dunia baru sekarang tak lagi bipolar, seperti pada abad 19, ataupun abad 20, akan tetapi lebih multipolar. mereka tidak menyadari bahwa tetap saja ketidaksejajaran, penghisapan, dan ekspoitasi oleh bangsa tertentu terhadap bangsa lain masih terus berlangsung. dunia tidaklah multipolar, dimana begitu banyak kutub. akan tetapi, kita tetap menyaksikan sebuah pertentangan yang terus menerus terjadi, yakni Old Esthablised Forces (Kekuatan lama) dan New Emerging Forces (Kekuatan dunia baru).Semangat Asia-Afrika 1955Pada saat itu, April tahun 1955, udara kota Bandung agak panas. Begitu pula dengan suasana hati peserta konfrensi sebelum dimulainya acara, diliputi perasaan saling curiga, jengkel, panas, dan perbedaan garis politik yang sangat mencolok.
Ada tiga tokoh yang begitu mempesona, sekaligus tidak terbawa hawa pertentangan politik di kala itu, yakni Bung Karno (presiden Indonesia), Zhou Enlai (PM RRT), dan Nehru (PM India). Ketiganya malah menjadi bintang dalam pertemuan ini, yang kemudian mengubah keadaan menjadi persaudaraan, perkawanan, solidaritas antara bangsa Asia-Afrika dalam melawan Kolonialisme dan Imperialisme.Tidak semua delegasi konfrensi Afro-Asia bersahabat. Para wakil Jepang, Filipina, Vietnam Selatan, Srilanka, dan Pakistan menyerang “imperialisme komunis” dengan begitu menggebu.
Banyak delegasi menyerang praktek “komunisme” di Tiongkok yang dianggap mengganggu kebebasan beragama. Belum lagi provokasi media Barat menjelang pertemuan begitu kuat memojokkan Uni-Sovyet dan Tiongkok sebagai kubu “sosialis” yang jahat. Dengan tenang, PM Tiongkok, Zhou Enlai, memberikan pandangan politik Rakyat Tiongkot yang mewakili kubu anti kolonialisme dan Anti-Imperialisme, dimana Bung Karno dan Nehru juga berada didalam kubu ini. Zhou Enlai menyatakan, “Delegasi Tiongkok datang dengan tujuan mencari persatuan, bukan mencari perselisihan.
Tidak ada gunanya menyodorkan suatu ideology, atau perbedaan yang ada diantara kita. Kita datang kesini untuk mencari persamaan pandangan, bukan menimbulkan masalah yang berbeda…sebagian besar Asia-Afrika telah mengalami derita kolonialisme….kita mencari persamaan umum untuk menghilangkan penderitaan yang ditimpakan kepada kita, akan lebih mudah bagi kita untuk saling mengerti, saling menghormat, dan saling membantu satu sama lain.Konfrensi Asia –Afrika telah menjadi energi baru pembebasan nasional bangsa-bangsa terjajah.
Kemerdekaan Aljazair merupakan salah satu sukses besar KAA ini.Gaung Konfrensi Asia Afrika53 tahun paska KAA yang pertama, gaung konferensi Asia-Afrika masih terus bergelora dimana-mana. Proses eksploitasi yang masih berlansung, semakin agressif menghadapkan Negara dunia ketiga pada kungkungan multinasional, menyebabkan Negara-negara tersebut kehilangan makna kemerdekaannya. Jika dulu ada pemimpin besar dari Asia-Afrika, seperti Bung Karno, Nehru, Zhou Enlai, yang terkenal gigih berhadapan dengan imperialisme, maka sekarang kita mengenal Evo Morales, Hugo Chaves, Fidel Castro, Fernando Lugo, Daniel Ortega, dan juga Nestor Kichner, yang sangat bersemangat menantang kekuasaan multinasional dan washintong consensus.Kepeloporan Asia-Afrika melawan dominasi imperium modal bergeser ke benua Amerika Latin. Bukan itu saja, kepemimpinan politik yang dulu tumbuh dan berkembang di Asia dan Afrika juga sudah berpindah pada pemimpin-pemimpin progressif di Amerika latin.
Proses dimungkinkan oleh beberapa factor; pertama, kemuduran perjuangan rakyat di Asia-Afrika. Kemunduran tersebut terletak pada terlemparnya gerakan rakyat keluar kekuasaan, dan kegagalan berbagai projek sosialisme dengan berbagai variannya dikawasan ini. Kedua, pemimpin-pemimpin Asia dan Afrika yang berkuasa sekarang telah berpisah dengan tradisi anti imperialisme dan pembebasan nasional di masa lalu. Banyak diantara mereka menjadi suksesor bagi proyek imperialistic di kawasan ini. Ketiga, kecuali China dan India, hampir semua tradisi “kemandirian bangsa” sudah terlepas di Negara-negara itu; mereka benar-benar berada pada posisi terjajah, bukan saja secara ekonomi dan politik, juga keterjajahan budaya.Dunia sekarang tak lagi bipolar, seperti dulu ada kubu Kapitalis dan Sosialis.
Sekarang lebih cenderung uni-polar; sebuah unit yang menyatukan bangsa-bangsa dalam sebuah pasar yang beroperasi secara global. Barangkali, penguatan nasional yang mencirikan perubahan politik Amerika Latin merupakan ancaman nyata bagi dunia kapitalisme. Amerika latin bukan saja fenomena menarik, akan tetapi dapat menginspirasikan perubahan kebelahan dunia lain, termasuk Asia dan Afrika. Barangkali “ekspor” revolusi, seperti yang pernah terjadi saat revolusi Rusia 1917, akan merupakan momok menakutkan bagi dunia imperialisme pada umumnya. Konferensi Asia-Afrika boleh dimatikan dengan menjadikannya sekedar seremonial, tapi semangatnya terus berkobar-kobar hingga kini.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi BERDIKARI online. Peneliti Lembaga Pembebasan dan Media Ilmu Sosial (LPMIS), pengurus pusat Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND).

Tidak ada komentar: