Selasa, 26 Agustus 2008

Danau Tolire Sarat Legenda

Oleh : Wiko Rahardjo
Ada banyak keunikan di Danau Tolire Besar dan Danau Tolire Kecil. Hal itu tak terlepas dari legenda yang menyertainya. Benarkah di danau tersebut terdapat banyak buaya siluman berkeliaran?
Jika suatu saat Anda berkunjung ke Kota Ternate, Maluku Utara (Malut), ada baiknya menyempatkan diri ke objek wisata Danau Tolire. Danau ini terletak di Desa Takome, sekitar 10 km dari pusat kota Ternate. Untuk mencapai ke sana, butuh waktu kurang dari setengah jam dengan kendaraan bermotor.
Selain bentuknya yang unik, danau ini juga memiliki cerita legenda yang menarik. Berada di bawah kaki Gunung Gamalama, gunung api tertinggi di Malut, terdapat dua danau, yakni Danau Tolire Besar dan Danau Tolire Kecil. Jarak antara keduanya hanya sekitar 200 meter.
Mangkuk Raksasa
Danau Tolire Besar memiliki keunikan tersendiri. Bentuknya menyerupai sebuah mangkuk raksasa. Dari pinggir atas hingga ke permukan air danau, dalamnya sekitar 50 meter dengan luas sekitar lima hektare. Hingga kini belum ada yang mengukur kedalaman danau ini. Namun, menurut cerita warga, kedalamannya mencapai berkilo-kilo meter dan berhubungan langsung dengan laut.
Danau Tolire Besar mengandung air tawar dan banyak terdapat ikan. Namun masyarakat setempat tidak ada yang berani menangkap ikan atau mandi di danau itu. Mereka yakin, danau yang airnya berwarna coklat kekuning-kuningan itu dihuni oleh banyak buaya putih siluman yang panjangnya mencapai 10 meter. Buaya-buaya siluman ini konon sering terlihat berenang di tengah danau.
Tidak semua orang bisa melihat buaya siluman itu, hanya mereka yang beruntung saja yang bisa. Menurut masyarakat setempat, kalau berhati bersih baru berpeluang melihat buaya siluman di danau itu. Ada cerita juga, dulu ada seorang turis asing yang tidak percaya bahwa di danau itu ada buaya siluman. Wisatawan itu lalu turun dan mandi ke danau tersebut. Setelah berenang beberapa menit, ia menghilang. Warga meyakini turis itu dimangsa oleh buaya-buaya siluman tersebut.
Atraksi Unik
Ada atraksi unik di danau ini. Jika kita melempar sesuatu ke danau, seberapa pun kuatnya, tidak akan pernah menyentuh air danau. Padahal saat melempar dari pinggir atas danau, air danau terlihat berada di bawah kaki si pelempar. Bahkan tidak akan terlihat walaupun hanya percikan airnya. Batu-batu yang dilempar seperti menghilang tidak berbekas.
Oleh masyarakat sekitar danau, kegiatan inipun akhirnya dijadikan sebagai lahan bisnis. Mereka dengan serta merta akan menyediakan batu-batuan setiap kali ada pengunjung yang datang. Untuk lima buah batu harganya Rp 1.000.
Cerita lain yang beredar di masyarakat Ternate adalah di dasar Danau Tolire Besar banyak terdapat harta karun milik masyarakat Kesultanan Ternate saat Portugis menjajah Ternate pada abad ke-15. Masyarakat Ternate saat itu banyak membuang harta berharganya ke dalam danau, agar tak dirampas Portugis.
Ada sebuah cerita rakyat yang menghiasi keberadaan Danau Tolire Besar dan Danau Tolire Kecil itu. Menurut masyarakat setempat, kedua danau tersebut dulunya merupakan sebuah kampung yang masyarakatnya hidup sejahtera. Kampung ini kemudian dikutuk menjadi danau oleh penguasa alam semesta, karena salah seorang ayah di kampung itu menghamili anak gadisnya sendiri.
Saat ayah dan anak gadisnya yang dihamilinya itu akan melarikan diri ke luar kampung, tiba-tiba tanah tempat mereka berdiri anjlok dan berubah menjadi danau. Danau Tolire Besar dipercaya sebagai tempat si ayah, sedangkan Danau Tolire Kecil diyakini sebagai tempat si gadis. Kisah ini memang hanyalah sebuah legenda, namun bagi warga Ternate terutama para orang tua, sangat dijaga dan diyakini kebenarannya. Seharusnya dengan keberadaan legenda tersebut, pemerintah daerah bisa menjadikannya sebagai modal untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata yang banyak mendatangkan devisa

Batu Angus, Ternate



Oleh : Wiko Rahardjo
Ada suatu kawasan di kota Ternate yang disebut Batu Angus. Inilah sisa lelehan larva Gunung Gamalama yang megah itu.
Pada zaman Pleistochen, daratan pulau Ternate masih merupakan satu daratan dengan pulau-pulau seperti Morotai, Halmahera, Hiri, Maitara, Tidore, Mare, Moti, Makian, Kayoa, Bacan dan sebagainya yang terletak dalam rangkaian gunung berapi Zone Maluku Utara. Deretan pulau-pulau ini berada di sepanjang pantai barat pulau Halmahera di Propinsi Maluku Utara.
Perubahan alam yang terjadi selama ratusan-ribu tahun dan pergeseran kulit bumi secara evolusi telah membentuk pulau-pulau kecil di sepanjang "Jazirah tuil Jabal Mulku", (Istilah yang sering dipergunakan oleh Buya Hamka). Halmahera merupakan Pulau Induk dari di kawasan ini sekaligus menjadi dataran tertua, selain pulau Seram di Maluku Tengah.
Dari sudut pandang geologisnya, pulau Ternate merupakan salah satu dari deretan pulau yang memiliki gunung berapi, dari barisan garis ”strato vulkano active at south pacific” yang melintang di kawasan Asia timur ke Asia tenggara, dari utara ke selatan. Salah satu yang masih aktif di kepulauan Maluku Utara adalah gunung “Gamalama” di pulau Ternate dengan ketinggian 1.730 m. (Bangsa Portugis menyebutnya Nostra Senora del Rozario).
Gamalama tercatat pernah beberapa meletuskan semburannya pada tahun 1608, 1635, 1653, 1840 dan 1862. Letusan terhebat yang tercatat terjadi pada pertengahan abad ke-18, tepatnya pada tanggal 10 Maret 1737 yang bertepatan dengan 22 Dzulkaidah 1149.H yang mengakibatkan aliran lahar dari puncak hingga mencapai laut yang dikenal sekarang dengan “Batu Angus”. (sumber; F.S.A. de Clerq, Bijdragen tot de Kennis der Residentie van Ternate, Leiden, 1890).
Sisa-sisa letusan itu hinggi kini masih bisa Anda saksikan jika berkunjung ke Desa Batu Angus, sekitar lima belas menit perjalanan darat ke arah utara dari pusat kota Ternate. Di sana serakan larva beku membentuk komposisi unik tersendiri. Menyajikan pemandangan yang menakjubkan karena berlatar belakang Gunung gamalama yang selalu terselimuti Kabut tipis.
Batu Angus, demikian warga ternate menyebut serakan tersebut. Tahun demi tahun pemanfaatan terhadap bebatuan yang berwarna hitam legam ini pun terus berjalan. Warga memanfaatan serakan-serakan tersebut guna sebagai bahan bangunan. Terutama pondasi rumah.
Dari kawasan Batu Angus, jika andfa berhasil mencapai salah satu tempat tertingginya akan menyaksikan hamparan laut nan luas. Memanjakan mata bagi yang suka berpetualang.

Selasa, 19 Agustus 2008

ADA APA TANGGAL 17, 18, 19 DAN 20 AGUsTUS 1945 ?


Oleh : Rusdi Hoesein
Tanggal 17 Agustus 1945, koran Tjahaja Bandung terbit, tapi isinya tidak menyebut-nyebut Proklamasi atau rencana Proklamasi. Mereka dalam halaman 1 hanya menyebut kedatangan utusan Sumatera (Tengku Moh.Hasan, Dr Amir dan Mr Abas). Keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945, arsip tidak ada. Apa tidak terbit ? Baru tanggal 19 koran Tjahaja terbit kembali, dengan halaman muka secara menyolok memperlihatkan tulisan REPOEBLIK INDONESIA, Pembukaan UUD 45, Maklumat Soekarno-Hatta, maklumat KNIP dan informasi tentang terpilihnya Presiden dan wakil Presiden (Soekarno-Hatta). Rasanya inilah modal Revolusi kita yang perlu diketahui generasi muda. Yang juga diberitakan pada tanggal 20 Agustus 1945, isi UUD 45 secara lengkap (tentu saja belum di amandemen).M E R D E K A !

Muhammad Amin Al-Huseini dan Kemerdekaan Indonesia

Oleh : H. Ferry Nur S.Si, Sekjen KISPA

Syekh Muhammad Amin Al-Husaini seorang ulama yang kharismatik, mujahid, mufti Palestina yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap kaum muslimin serta negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia, walaupun pada saat itu beliau sedang berjuang melawan imperialis Inggris dan Zionis yang ingin menguasai kota Al-Quds, Palestina.Beliau memiliki nama lengkap Muhammad Amin bin Muhammad Thahir bin Musthafa Al-Husaini gelar Mufti Falestin Al-Akbar (Mufti Besar Palestina), lahir di Al-Quds pada tahun 1893.

Diangkat menjadi mufti Palestina pada tahun 1922 menggantikan saudaranya Muhammad Kamil Al-Husaini. Sebagai ulama yang berilmu dan beramal, memiliki wawasan yang luas, kepedulian yang tinggi, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini mengetahui dan merasakan penderitaan kaum muslimin di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia akibat penjajahan yang dilakukan kaum kolonial.Dukungan terhadap kaum muslimin dan negeri-negeri muslim untuk merdeka dari belenggu penjajahan senantiasa dilakukan oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, termasuk dukungan bagi kemerdekaan Indonesia.

Ketika tidak ada suatu negara dan pemimpin dunia yang berani memberi dukungan secara tegas dan terbuka terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia, maka dengan keberaniannya, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini mufti Palestina menyampaikan selamat atas kemardekaan IndonesiaM. Zein Hassan Lc. Lt. sebagai pelaku sejarah, di dalam bukunya yang berjudul Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, 1980, hal. 40, menjelaskan tentang peranserta, opini dan dukungan nyata Syekh Muhammad Amin Al-Husaini secara terbuka mengenai kemerdekaan Indonesia:“Sebagai contoh, pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini (melarikan diri ke Jerman pada permulaan perang dunia ke dua) kepada Alam Islami, bertepatan ‘pengakuan Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia.
Berita yang disiarkan radio tersebut dua hari berturut-turut, kami sebar-luaskan, bahkan harian “Al-Ahram” yang terkenal telitinya juga menyiarkan.”Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai mufti Palestina juga berkenan menyambut kedatangan delegasi “Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia” dan memberi dukungan penuh. Peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang, mungkin juga para pejabat dinegeri ini. Sehingga tidak mengherankan ada suara yang sumir, minor, bahkan sinis ketika ada anak negeri ini membantu perjuangan rakyat Palestina untuk merdeka, membebaskan tanah airnya dan masjid Al-Aqsha dari belenggu penjajah Zionis Israel.“Kenapa kita mikirin negeri Palestina? Negeri sendiri saja bayak masalah!”. Itulah ungkapan orang yang egois, orang yang berpikiran parsial, orang yang wawasannya hanya dibatasi teritorial yang sempit.

Kalimat tersebut di atas merupakan gambaran orang yang tidak pandai bersyukur, orang yang tidak pandai berterima kasih, ibarat pepatah mengatakan, ”seperti kacang lupa dengan kulitnya”.Di sinilah pentingnya mengenal dan mengetahui sejarah, sehingga tidak mudah dibodohi orang, ada kata-kata hikmah, “orang yang tahu sejarah akan punya ‘izzah”.“Orang yang paling banyak bersyukur kepada Allah adalah orang yang paling banyak berterima kasih kepada manusia”. (HR Thabrani).“Tidak dianggap bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada manusia”.(HR Abu Daud).Seharusnya kita berfikir dan merenung, kenapa Indonesia, negeri yang subur dan memiliki sumberdaya alam yang melimpah, sumber daya manusia yang potensial tidak dapat memberikan kesejahteraan kepada rakyat? Mungkin salah satu sebabnya adalah karena kita tidak pandai bersyukur, tidak pandai berterima kasih.

Perhatikanlah peringatan Allah dalam Al-Qur’an: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih."(QS: Ibrahim/14:7).Setelah berjuang tanpa kenal lelah, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini wafat pada tanggal 4 Juli 1974, di makamkan di pekuburan Syuhada’, Al-Maraj, Beirut, Libanon. Kaum muslimin dan tokoh pergerakan Islam menangisi kepergian ulama pejuang, pendukung kemerdekaan Indonesia, mufti pembela tanah waqaf Palestina, penjaga kemuliaan masjid Al-Aqsha. Semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahannya, menerima amal jihadnya dalam membela tempat suci kaum muslimin, kota Al-Quds.

Minggu, 17 Agustus 2008

Night Trail At “Museum Perumusan Naskah Proklamasi”.

Selain mendampingi beberapa kolega dari perusahaan-perusahaan swasta di Jakarta, dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-63 tahun ini, Komunitas Historia juga memiliki kegiatan sendiri.
Acara ini kami namakan “Melacak Jejak Proklamasi” yang dilaksanakan pada malam hari di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Sabtu (16/8) lalu.


Alhamdulillah acara yang diikuti sekitar 50 anggota millist Historia dan masyarakat umum ini berjalan dengan lancar dan terkendali. Kami memulai kegiatan dengan menyaksikan pemutaran Film perjuangan seputar detik-detik Proklamasi tahun 1945, koleksi dari pihak Museum. Selama pemutaran film kami dipandu oleh Bapak Rusdi Hoesein, Dosen Sejarah UI sekaligus Pembina Komunitas Historia.
Acara berikutnya adalah “Jelajah Malam” di dalam ruangan museum. Dengan keremangan lampu ruangan, kami menjajaki setiap sudut eks rumah laks. Maeda yang dulu digunakan untuk merumuskan naskah proklamasi oleh Soekarno dan kawan-kawan seperjuangannya. Selama menjelajah kami juga mendapatkan cerita-cerita menarik dari Bapak Rusdi.
Sebagai pengisi perut, kami disajikan santapan Nasi Ulam Khas Bapak Misjaya, dengan kehangatan bandrek dan cemilan ringan. Acara ini kami akhirin dengan diskusi dan sharing bersama dengan mengambil tema makna proklamasi.

Penggunaan Kata "Malay" di Dunia Ilmiah Internasional.

Oleh : Satria Utomo Drajat
Perlu dicermati, bahwa di dalam dunia ilmiah internasional, terutama Bahasa Inggris, penggunaan kata "Malay" tidak berarti "Malaysia".
Sebelum muncul istilah "Indonesia", "Malaya", atau "Malaysia", kata "Malay" seringkali digunakan untuk menyebut seluruh wilayah Asia Tenggara.
Biasanya pemakaian kata "Malay Archipelago" mencakup seluruh wilayah Asia Tenggara yang beragama Islam - yang mencakup Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepualuan Maluku, dan Filipina Selatan.
Bahasa Indonesia (Indonesian Language) dan Bahasa Malaysia (Malaysian Language) pun pada jaman dulu sama-sama berasal dari Bahasa yang secara ilmiah disebut sebagai Bahasa Melayu (Malay Language).
Jadi, kalau membaca kata "Malay/Melayu", jangan cepat panas, karena sebagian dari kita adalah orang Melayu.

Andaryoko Tidak Mengenal Foto Komandannya

Bapak Surachmat, Daidancho (komandan Batalyon) PETA Blitar tahun 1944-1945.
Foto dibuat sekitar tahun 1948 dan merupakan sumbangan putranya Ir Sujudi Surachmat.
Oleh : Rusdi Hoesein
Jumat tanggal 15 Agustus 2008, saya diundang Apa Kabarnya TV One dengan maksud mendampingi Andaryoko Wisnu Prabu yang sedang kondang itu untuk memberikan penjelasan bahwa dirinya benar-benar adalah Supriyadi Pahlawan Nasional.
Sebagai pengamat Sejarah, tidak banyak yang saya persiapkan, karena undangan datang tiba-tiba malam hari sebelumnya, padahal dokumen semua ada didalam digital file dan perpustakaan. Memang hal ini cukup serius karena sekitar jam 22.00 tanggal 14 Agustus 2008 Ki Utomo Darmadi menelpon saya dan ingin kepastian kalau saya bersedia untuk acara itu. Saya jawab mudah-mudahan bisa !. Ketika pagi jam 7.00 pagi tiba di Wisma Nusantara, memang Andaryoko sudah duduk diruang tamu.
Saya tidak mendekati dengan maksud, nanti saja saat wawancara. Saat wawancara dan ditanya pewawancaranya Andaryoko menginginkan kalau dirinya dibicarakan sebagai Suprijadi yang melakukan pemberontakan 63 tahun yang lalu terhadap pasukan Jepang di kota Blitar. Maka kesanalah pembahasan dilakukan. Setelah Andaryoko, saya diwawancarai soal apa yang saya tahu tentang Supriyadi. Saya menerangkan, apa yang saya ketahui dari Supriyadi yang saya kenal secara tidak langsung. Mulai dari pendidikannya di Seinendojo di Tanggerang, sampai pemberontakan Blitar Februari 1945. Kebetulan sekitar tahun 1995-1997 ada proyek penulisan buku sejarah PETA dimana saya dilibatkan.
Ketua penulisan adalah Lt.Jen (Purn) Purbo Suwondo saat itu ketua bidang kesejarahan LVRI. Oleh pak Purbo saya ditugaskan untuk mencari dokumen tertulis, foto, film dan buku-buku. Salah satu foto yang saya dapati adalah foto Bapak Surachmat komandan batalyon (Daidancho) dari Kediri Shu. Artinya komandannya Bapak Suprijadi yang saat itu adalah salah satu komandan pleton (Shodanco) di Blitar.
Nah, dari sekian foto yang ditunjukkan saat wawancara tanggal 15 Agustus 2008 jam 8.00 pagi ini dan berhasil muncul dilayar kaca, antara lain foto Pak Surachmat dan ternyata Pak Surachmat tidak dikenal oleh Andaryoko. Mungkinkah Andaryoko yang mampu bercerita secara detail menurut fahamnya soal pemberontakan Blitar tahun 1945 itu tidak mengenal Daidanchonya sendiri yaitu Surachmat ? Soal ini sungguh membingungkan .

Merah putih Summarecon


Ada banyak cara untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI k-63, salah satunya seperti yang dilaksanakan oleh Grup Summarecon, Jakarta. Mereka mengajak karyawan dan keluarganya berjalan-jalan menapak tilasi jejak proklamasi dengan mengunjungi situs-situs bersejarah di Jakarta, Jum’at (16/8) lalu.
Acara dipandu oleh Komunitas Historia dengan melakukan perjalanan mengunjungi Pelabuhan Sunda Kelapa, Museum Bahari, Museum Sejarah Jakarta, Museum wayang, Museum Bank Mandiri, dan Museum Bank Indonesia yang terletak di kawasan Kota Tua Jakarta.
Rangkaian perjalanan diakhiri dengan mengikuti pawai kemerdekaan yang dilaksanakan oleh departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dengan mengambil rute Museum Naskah Proklamasi hingga Monumen Proklamasi. Selama mengikuti pawai kemerdekaan peserta dari Sumareccon mendapat sambutan paling meriah dari para penonton dan peserta lainnya.
Maklum pakaian yang mereka gunakan beragam. Mulai dari seragam tentara, pakaian pejuang tempo dulu, hingga pakaian adat Indonesia. Di Monumen, para peserta juga mengadakan lomba baca Teks Proklamasi yang secara spontan diikuti pula oleh para peserta pawai lainnya.

Napak Tilas 63 Tahun Proklamasi Bersama "Holcim"

Memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-63, PT. Holcim Tbk bersama dengan Komunitas Historia mengadakan kegiatan melacak jejak proklamasi, Jum’at (15/8) lalu. Kegiatan yang dilaksanakan pada malam hari ini mengambil lokasi di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jalan Imam bonjol, Jakarta Pusat.

Acara dimulai sejak pukul 18.30 WIB dengan melibatkan hampir seluruh jajaran PT. Holcim Tbk. Mereka yang datang dengan mengenakan seragam serba merah dan putih terlihat begitu antusias. Total peserta yang hadir mencapai sekitar 100 orang.
Setelah bersama-sama menyantap hidangan makan malam, kegiatanpun di mulai dengan menjelajahi setiap sudut ruangan Museum yang merupakan bekas kediaman Laks. Maeda dengan dipandu antara lain oleh Rusdi Hoesein, dosen sejarah dari Universitas Indonesia sekaligus Pembina Komunitas Historia.
Kemeriahan juga terlihat ketika para peserta mengikuti beberapa lomba yang diadakan. Seperti lomba tarik tambang, balap karung, makan kerupuk, dan teka-teki. Selama kegiatan berjalan, iringan musik keroncong dari salah satu Grup Keroncong betawi mengalun menambah suasana keakraban di antara peserta.