Kamis, 23 Oktober 2008

Bissu’ : Penasihat Spiritual Raja Yang Feminim


Oleh : wiko rahardjo
Mereka adalah para pria yang tidak menikah selama hidupnya. Hidup mereka dihabiskan sepenuhnya untuk mengabdi kepada Dewata dan Raja-raja di Sulsel.
Salah satu bagian penting dalam ritual pembuatan perahu pinisi adalah kehadiran bissu’. Pasalnya, bissu atau pendeta Bugis kuno ini akan berperan dalam menentukan hari baik dan hari buruk, mengatur prosesi adat, menyiapkan peralatan upacara, dan berbagai ritual lainnya yang lekat dengan masyarakat Bugis. Dalam epos La Galigo, bissu’ dianggap sebagai manusia suci, keturunan para dewa. Sehingga dalam stuktur kerajaan di Sulsel, bissu merupakan penasihat spiritual dan rohani para raja.
Saat mengunjungi Makassar, saya diajak untuk menemui Zaidi Puang Matoa, seorang pemimpin tertinggi komunitas bissu’ sewilayah Sulsel. Ia tinggal dalam komunitasnya di Desa Segeri, Kabupaten Pangkajene. Ada yang menarik ketika saya bertemu dengannya.
Gerak dan sikap yang ditunjukan Zaidi begitu lemah gemulai layaknya wanita. “Terkadang ada yang menyamakan komunitas bissu’ dengan waria,” terang Zaidi yang sudah menjadi bissu sejak usia 13 tahun. Dari segi sikap, ia memang mirip waria padahal ia lelaki tulen. Namun jangan salah, ia tidak menyukai dan tidak diperbolehkan berhubungan dengan sejenisnya dan tidak menikah selama hidupnya.
"Keputusan tidak menikah adalah untuk menjaga kesucian bissu’," kata Zaidi. Bukan apa-apa, pasalnya tidak sembarang orang bisa menjadi bissu’. Karena itu bissu’ dianggap sebagai titisan dari para dewa atau leluhur mereka.
Zaidi dan rekan-rekan bissu’ lainnya memiliki rambut panjang tergerai hingga ke punggung. “Ketika rambut ini digunting maka sakit yang kami rasakan akan luar biasa,” jelas Zaidi. Karena itu bissu’ dianggap memiliki keahlian supranatural yang alami.
Namun dalam hal agama, mereka adalah orang-orang penganut islam yang taat. “Kami melakukan sembahyang dan berpuasa layaknya muslim, dan dewata adalah sebutan kami untuk Allah,” ujar Zaidi. Sekarang menurut Zaidi, hanya tersisa sekitar 20 orang bissu’ saja di Sulsel.
Mereka kerapkali diminta untuk memimpin berbagai macam upacara adat. Seperti pembuatan perahu, pelantikan petinggi masyarakat adat maupun penyambutan tamu-tamu besar di Sulsel dan upacara-upacara adat lainnya di Sulsel.

Selasa, 23 September 2008

Tentang Temuan Kapal Kuno Di Rembang



Oleh : wiko rahardjo
Pada sekitar abad ke-17, Rembang dikenal sebagai sebuah pelabuhan besar yang banyak disinggahi kapal-kapal dagang Nusantara. Namun seiring keruntuhan Kerajaan Demak, pelabuhan ini pun mulai ditinggalkan. Juli lalu sebuah bangkai kapal kuno ditemukan warga Rembang. Hasil uji karbon akan membuktikan usianya. Benar-benar datang dari masa kejayaan Rembang atau justru sekedar “bangkai kapal”.
Kegiatan sekelompok warga Desa Punjulharjo, Kabupaten Rembang Jawa Tengah siang itu terhenti. Sedianya mereka akan membuka lahan baru yang akan difungsikan sebagai areal tambak garam. Namun ketika cangkul salah seorang warga terantuk benda keras. Mereka pun berhenti dengan peralatan seadanya, kegiatan pembukaan lahan pun berganti dengan kegiatan penggalian.
Tak berapa lama, sekelompok warga ini pun tercengang. Karena benda yang terantuk cangkul ini ternyata sebuah gelondongan kayu yang panjang. Mereka mendapati sebuah rangkaian yang menarik dari kayu-kayu yang tertimbun tanah ini. Bentuknya mirip sebuah geladak perahu.
Tak mau gegabah, merekapun akhirnya melaporkan temuan tersebut kepada kepala desa setempat, Nur Salim. Dalam waktu singkat temuan ini pun akhirnya menarik perhatian warga. Mereka berduyun-duyun mendatangi lokasi temuan.
Untungnya, Tim Peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta bergerak cepat. Dengan mengajak para peneliti dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jateng mereka pun terjun langsung ke lokasi.
“Temuan ini memang masih kami kaji nilai kandungan sejarahnya,” kata Surya Helmi, Direktur Arkeologi Bawah Air, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Kamis (18/9) lalu di Jakarta. Ia pun bergegas menurunkan timnya dari Jakarta ke Rembang.
Untuk menghindari kerusakan dan hal-hal yang tidak diinginkan, maka lokasi sekitar temuan pun disterilkan dengan dipasang garis polisi. Sebuah pos keamanan didirikan tak jauh dari lokasi.Lalu seberapa berharganya temuan tersebut ?

Berusia 1000 Tahun
Bangkai kapal yang ditemukan tersebut berada pada kedalaman sekitar 2 Meter (m) di bawah permukaan tanah sekarang dan 1 Kilometer (km) di sebelah selatan garis pantai. Bersamaan dengan bangkai tersebut ditemukan juga beberapa artefak adan tulang tengkorak manusia.
“Baik secara geologis maupun geomorfologis dapat ditafsirkan bahwa peristiwa tenggelamnya perahu tersebut telah berlangsung pada waktu yang cukup lama,” papar Drs. H. Gunadi. M,Hum, Peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta. Menurutnya, jika benar analisis pergeseran garis pantai utara Pulau Jawa untuk wilayah Kabupaten Rembang ini berjalan kira-kira 1 M per tahunnya, maka peristiwa terdamparnya perahu kayu tersebut kurang lebih terjadi pada 1000 tahun yang lalu.
Menurut Gunadi ada dua metode untuk memastikan usia kapal tersebut. Yaitu dengan menganalisa tekstur tanah lokasi situs hingga bibir pantai sekarang dan menggunakan metode analisa sejarah dengan cara membandingkan lokasi situs dengan pelabuhan tua era Majapahit yang ditemukan di Tuban.
“Kita gunakan juga metode pengukuran antara lokasi situs dengan pelabuhan tertua di Tuban, apakah lurus, miring ke kiri atau kanan, dengan rumus matematika akan dapat dihitung untuk menetukan usianya,”papar Gunadi.
Tetapi untuk keakuratan menentukan umur situs secara lebih tepat digunakanlah metode pengukuran karbon (Carbon Dating) dengan membawa sampel ke laboratorium milik Badan Tenaga Atom dan Nuklir (BATAN). “Dengan metode mutakhir tersebut kepastian usia situs mencapai 90 % kebenarannya,” ujar Gunadi.
Carbon dating, atau metode karbon dimaksudkan mengukur karbon yang masih dapat dibaca pada kayu yang digunakan sebagai badan perahu, tiang, atau landasan. Menggunakan karbon 14, kita dapat, mengetahui kapan kayu ditebang, tinggal mengukur mundur dari waktu sekarang.
Sedangkan berdasarkan konstruksi perahu seperti susunan lunas dan gading yang masih sangat sederhana, serta bentuk perahu yang meruncing pada bagian haluan maupun buritannya, memperkuat hipotesis di atas.
Lebih jauh dapat dijelaskan bahwa perahu ini bukanlah perahu yang dibuat dan berasal dari Negara Cina seperti yang diberitakan pada mass media sebelumnya. Sebab perahu atau kapal Cina yang biasa digunakan untuk pelayaran antar pulau ataupun antar benua adalah jenis perahu Jung yang bentuknya jelas berbeda. Dari kesederhanaan bentuk, bahan maupun konstruksinya dapat disimpulkan sementara bahwa perahu ini adalah perahu tradisional dari wilayah Nusantara.
Sedangkan jenis kayu yang dipergunakan diketahui sejenis kayu ulin, maka diperkirakan perahu tersebut kemungkinannya berasal dari daerah Kalimantan. Tentang hubungan antara Kalimantan dan Jawa, berdasarkan Kitab Hikayat Banjar maupun Kitab Tutur Candi diketahui bahwa Candi Laras dan Candi Agung yang berada di Kalimantan Selatan bagian Selatan jelas-jelas dibangun oleh sekelompok orang yang datang dari Pulau Jawa.

Bagian Masa Kejayaan Demak
“Pesisir pantai Rembang memiliki sejarah sebagai sebuah pelabuhan dagang yang pernah berjaya antara tahun 1511-1575,” jelas Drs. Didik Pradjoko M.Hum, pakar sejarah maritim Universitas Indonesia, Selasa (23/9) lalu di Jakarta. Menurutnya kemungkinan besar bangkai kapal tersebut juga berasal dari masa itu.
Rembang adalah bagian dari industri galangan kapal kuno yang tersebar mulai dari Muara Sungai Lasem hingga ke Tuban, Jawa Timur. Peter Boomgaard dalam bukunya, Children of the Colonial State: Population Growth and Economic Development in Java, 1795-1880 (1989) menyebutkan, sebelum kedatangan Belanda, Lasem dan Rembang telah menjadi pusat pembuatan kapal. Jumlah pekerjanya lebih dari 500 orang.
Penjelajah Portugis Tome Pires (sekitar 1512-1515) dalam bukunya, Summa Oriental, mencatat Rembang, yang waktu itu masuk dalam wilayah kekuasaan Brhe Lasem, sejak dahulu mempunyai galangan kapal. Dikatakannya, industri kapal berkembang karena hutan di selatan Rembang lebat. Walau kini sulit sekali menemukan pohon berukuran memadai di Rembang dan Lasem.
“Namun seiring dengan kemunduran Kerajaan Demak, industri inipun berangsur-angur terhenti akibat politik yang dilancarkan oleh Sultan Agung dari Mataram yang melemahkan jalur perdagangan laut kala itu,” kata Didik. Lambat-laun pelabuhan dan galangan kapal di rembang pun mulai ditinggalkan oleh kapal-kapal dagang.
Namun galangan kapal di Lasem masih bertahan hingga masa pendudukan Jepang. Jejak galangan kapal Belanda dan Jepang itu masih dapat dilihat di Kali Lasem, tepat di Desa Dasun. Tiga fondasi batu, berbentuk cetakan perahu berukuran panjang lebih dari 50 meter, terlihat di tegalan, sekitar 10 meter dari tepi Sungai Lasem.

Mendatangkan Rezeki
“Jika situs temuan kapal itu benar bersejarah, kami akan mendukung tempat ini dikembangkan menjadi tempat wisata, khususnya wisata bahari,” kata Hari Untoro Drajat, Dirjen Sejarah dan Purbakala, Depbudpar, Kamis (18/9) lalu di Jakarta.
Langkah tersebut rupanya sudah terlebih dahulu diambil oleh Pemerintah kabupaten Rembang. Mereka menginstruksikan untuk melakukan beberapa hal berkaitan dengan lokasi situs, antara lain menjaga lokasi selama 24 jam penuh, memasang atap peneduh di atas kapal temuan.
Sementara untuk menertibkan semakin banyaknya pengunjung yang datang dan emngunjungi lokasi situs, aparat desa setempat mengenakan retribusi bagi pengunjung. Untuk sementara, retribusi yang ditetapkan sebesar Rp 1.000 tiap orang masuk ke loaksi dan uang jasa pentipan sepeda motor yang dikelola oleh panitia sebesar Rp 1.000 tiap sepeda motor. Hasil retribusi dibagi rata, 50 % untuk panitia dan 50 % untuk kas desa.“Yang masuk kas desa, akan digunakan memperbaiki akses jalan menuju lokasi dan sarana prasarana lain yang dibutuhkan,”cetus Nur Salim, Kades Punjulharjo.




Kamis, 18 September 2008

History Teach Us



Penulis : Rusdhy Husein

Ketika Hatta menjadi Perdana Menteri 29 Januari 1948, Republik Indonesia nyaris hancur, dan adanya kesimpulan bahwa masa depan RI gelap. Perundingan dengan Belanda ridak ada kemajuan. Memang benar perundingan Renville telah sempat ditanda tangani itu tapi "Geforceerd" kata sejumlah orang dan baru mengenai hal-hal yang prinsip yang umum saja. Suasana dalam negeri tidak menjanjikan, ekonomi sulit, produksi negara sangat kurang khususnya dibidang pangan, nilai ORI (Oeang Republik Indonesia) menurun terus, karena terjadi banyak pertempuran pengungsi berdatangan ke Ibu Kota Yogyakarta, Kesulitan hidup terutama kalangan pegawai negeri menjadi perbincangan kabinet. Front Demokrasi Rakyat (FDR) dibawah Amir Sjarifudin menjalankan fungsi oposisi yang justru memanfaarkan kesulitan yang dihadapi pemerintah itu, bahkan dipakai sebagai faktor untuk menjalankan agitasi politik. Demonstari dan pemogokan dijalankan. Yang paling terkenal adalah pemogokan pabrik goni di Delangu. Padahal Hatta sedang menjalankan Rehabilitasi dan Rasionalisasi dalam kalangan tentara. Kesempatan inipun dipergunakan FDR. Keadaan politik yang keruh, ditambah pula hubungan diantara partai politik meruncing. Saat itulah pada 11 Agustus 1948 seorang tokoh kiri, Muso pulang ketanah air. Dirinya memperkenalkan konsep "Jalan Baru bagi Republik", sesuatu yang menggiurkan dikalangan partai kiri. Linggajati dan Renville yang merupakan kebijakan pemerintah untuk berunding dengan Belanda dinyatakan sebagai kesalahan besar. Namun sebelum itu, pada tanggal 20 Mei 1948 diadakan "Hari Kebangunan Nasional" yang mengkampanyekan Persatuan dan Kesatuan bangsa Indonesia. Dan dalam suasana dalam negeri yang memperihatinkan ini, diadakan Pekan Olahraga Nasional yang pertama di Solo tanggal 9 September 1948. Tapi suasana yang mampu menggembirakan rakyat ini menjadi suram kembali dengan terjadinya gerakan perlawanan kepada pemerintah oleh FDR dikota Madiun. Belum lagi usaha perlawanan itu diatasi secara menyeluruh, perundingan Indonesia-Belanda di Kaliurang tidak membawa hasil menjanjikan bahkan terkesan secara sepihak Indonesialah yang disalahkan. Keadaan yang memburuk ini bertambah menjadi malapetaka saat Belanda melakukan Agresi Militernya yang kedua pada tanggal 19 Dsember 1948 tanpa dunia Internasional yang diwakili Komisi Jasa Baik, KTN mampu berbuat sesuatu. Hancurkah Republik ?. Ternyata tidak, Sengsara yang membawa nikmat, kata orang. Hatta memang bertangan dingin. Semua perkiraan dan perhitungannya jauh melampaui De Beel yang sedang bernasib jelek itu. !949 merupakan tahun kemenangan bagi Republik Indonesia. Tuhan sudah menentukan "Indonesia mampu mempertankan kemerdekaannya yang di Proklamsikan tanggal 17 Agustus 1945" Penyerahan kedaulatan hanya menjadi awal dari kembalinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1950. Apakah yang sebetulnya kita alami ?. "We loose the battles but we win the war". Kemenangan berada di pihak Republik Indonesia. Bagi yang percatya anggka 9 merupakan pertanda baik. Apakah zaman pemerintahan SBY angka 9 juga mendatangkan kemujuran ?...Kita tunggu saja.

Mengenang Satu Abad AR Baswedan

Penulis : Rusdhy Husein
AR Baswedan dilahirkan di kampung Ampel, Surabaya , Jawa Timur, 9 September 1908. Nama lengkapnya Abdurrahman Baswedan. Karir lengkapnya adalah : mantan menteri, jurnalis, pejuang kemerdekaan Indonesia , dan juga sastrawan Indonesia . AR Baswedan pernah menjadi anggota Tjuo Sangi In, Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), Menteri Muda Penerangan RI pada kabinet Sjahrir III, dan Menteri Penerangan pada kabinet Natsir, Anggota Parlemen dan Anggota Dewan Konstituante. Ia pernah menyerukan pada orang-orang keturunan Arab agar bersatu membantu perjuangan rakyat Indonesia guna mencapai dan mempertahankan kemerdekaan. Ia mengajak keturunan Arab, seperti dirinya sendiri, menganut asas kewarganegaraan “di mana saya lahir, di situlah tanah airku”. Bulan Oktober 1934, ia mengumpulkan para peranakan Arab di Semarang, lalu mereka mendirikan Partai Arab Indonesia (PAI), dan AR Baswedan diangkat sebagai ketua. Sejak itu ia tampil sebagai tokoh politik. Sebagai wartawan, ia memang wartawan tangguh. Bekerja di Sin Tit Po pimpinan Lim Kun Hian kemudian Soeara Oemoem, milik dr. Soetomo. Soebagio I.N, dalam buku Jagat Wartawan, memilih Baswedan sebagai salah seorang dari 111 perintis pers nasional yang tangguh dan berdedikasi. Gagasan dan perjuangan AR Baswedan pada tahun 1934 telah mendorong pemuda keturunan Arab di Indonesia menyatakan Sumpah Pemuda Keturunan Arab. Mereka telah bersumpah bahwa mereka putra-putri Indonesia mengaku Indonesia sebagai tanah airnya. PAI itu sendiri adalah sebuah partai yang bertujuan menuju kemerdekaan bagi bangsa Indonesia . Atas dasar pemikiran itulah maka PAI secara sadar membubarkan diri setelah Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, karena tujuan perjuangan partai telah tercapai. Para pemimpin dan anggota PAI lalu menyebar di berbagai partai lain sebagai bagian dari bangsa Indonesia untuk mengisi kemerdekaan. Perjuangan AR Baswedan berlanjut dalam pemerintahan R.I. sebagai anggota partai Masyumi bersama dengan H. Rasyidi, Muhammad Natsir, Abu Hanifah, Mohamad Roem dan lain lain. AR Baswedan sebagai Menteri Muda Penerangan ikut dalam melobi para pemimpin negara-negara Arab pada tahun 1946 dimana kemudian dicapai pengakuan pertama atas eksistensi Republik Indonesia oleh Negara-negara Arab dan Liga Arab.. Pada akhir bulan Februari 1986 beliau mengalami kemunduran kondisi kesehatannya dan meninggal dunia tidak beberapa lama kemudian. AR Baswedan dimakamkan di TPU Tanah Kusir berdampingan dengan para pejuang Indonesia lainnya.


Kamis, 04 September 2008

Konferensi Asia-Afrika Masih Bergaung

Oleh: RUDI HARTONO“Kalau penggagasnya sudah pergi, maka gagasannya juga sudah terkubur” demikian menurut beberapa ilmuwan sosial. Mereka pemikir-pemikir baru—yang sebenarnya masih bau kencur, terus menganggap pemikiran-pemikiran besar di masa lalu sebagai sesuatu yang sudah usang, tidak relevan, dan tidak tepat untuk situasi sekarang. Demikian pula dengan gagasan-gagasan Bung Karno, Zhou Enlai, Nehru, dan beberapa tokoh penggagas Konfrensi Asia-Afrika, sudah dianggap mati bersama dengan kepergian sang tokoh. Belum lagi, perjuangan pembebasan nasional yang dikobarkan bangsa-bangsa Asia dan Afrika, dalam melawan kolonialisme dan Imperialisme---dalam bentuk apapun, kini dianggap sudah mati oleh teoritisi sosial-borjuis. banyak teoritisi borjuis, diantaranya Huntington, Fukuyama, dan banyak lagi yang mengira bahwa sejarah pertentangan antara Negara jajahan dan Negara Imperialis telah berakhir, dan demikian solidaritas antar bangsa-bangsa terjajah tak diperlukan lagi; tokh, bangsa-bangsa tersebut telah merdeka.
Bagi mereka dunia baru sekarang tak lagi bipolar, seperti pada abad 19, ataupun abad 20, akan tetapi lebih multipolar. mereka tidak menyadari bahwa tetap saja ketidaksejajaran, penghisapan, dan ekspoitasi oleh bangsa tertentu terhadap bangsa lain masih terus berlangsung. dunia tidaklah multipolar, dimana begitu banyak kutub. akan tetapi, kita tetap menyaksikan sebuah pertentangan yang terus menerus terjadi, yakni Old Esthablised Forces (Kekuatan lama) dan New Emerging Forces (Kekuatan dunia baru).Semangat Asia-Afrika 1955Pada saat itu, April tahun 1955, udara kota Bandung agak panas. Begitu pula dengan suasana hati peserta konfrensi sebelum dimulainya acara, diliputi perasaan saling curiga, jengkel, panas, dan perbedaan garis politik yang sangat mencolok.
Ada tiga tokoh yang begitu mempesona, sekaligus tidak terbawa hawa pertentangan politik di kala itu, yakni Bung Karno (presiden Indonesia), Zhou Enlai (PM RRT), dan Nehru (PM India). Ketiganya malah menjadi bintang dalam pertemuan ini, yang kemudian mengubah keadaan menjadi persaudaraan, perkawanan, solidaritas antara bangsa Asia-Afrika dalam melawan Kolonialisme dan Imperialisme.Tidak semua delegasi konfrensi Afro-Asia bersahabat. Para wakil Jepang, Filipina, Vietnam Selatan, Srilanka, dan Pakistan menyerang “imperialisme komunis” dengan begitu menggebu.
Banyak delegasi menyerang praktek “komunisme” di Tiongkok yang dianggap mengganggu kebebasan beragama. Belum lagi provokasi media Barat menjelang pertemuan begitu kuat memojokkan Uni-Sovyet dan Tiongkok sebagai kubu “sosialis” yang jahat. Dengan tenang, PM Tiongkok, Zhou Enlai, memberikan pandangan politik Rakyat Tiongkot yang mewakili kubu anti kolonialisme dan Anti-Imperialisme, dimana Bung Karno dan Nehru juga berada didalam kubu ini. Zhou Enlai menyatakan, “Delegasi Tiongkok datang dengan tujuan mencari persatuan, bukan mencari perselisihan.
Tidak ada gunanya menyodorkan suatu ideology, atau perbedaan yang ada diantara kita. Kita datang kesini untuk mencari persamaan pandangan, bukan menimbulkan masalah yang berbeda…sebagian besar Asia-Afrika telah mengalami derita kolonialisme….kita mencari persamaan umum untuk menghilangkan penderitaan yang ditimpakan kepada kita, akan lebih mudah bagi kita untuk saling mengerti, saling menghormat, dan saling membantu satu sama lain.Konfrensi Asia –Afrika telah menjadi energi baru pembebasan nasional bangsa-bangsa terjajah.
Kemerdekaan Aljazair merupakan salah satu sukses besar KAA ini.Gaung Konfrensi Asia Afrika53 tahun paska KAA yang pertama, gaung konferensi Asia-Afrika masih terus bergelora dimana-mana. Proses eksploitasi yang masih berlansung, semakin agressif menghadapkan Negara dunia ketiga pada kungkungan multinasional, menyebabkan Negara-negara tersebut kehilangan makna kemerdekaannya. Jika dulu ada pemimpin besar dari Asia-Afrika, seperti Bung Karno, Nehru, Zhou Enlai, yang terkenal gigih berhadapan dengan imperialisme, maka sekarang kita mengenal Evo Morales, Hugo Chaves, Fidel Castro, Fernando Lugo, Daniel Ortega, dan juga Nestor Kichner, yang sangat bersemangat menantang kekuasaan multinasional dan washintong consensus.Kepeloporan Asia-Afrika melawan dominasi imperium modal bergeser ke benua Amerika Latin. Bukan itu saja, kepemimpinan politik yang dulu tumbuh dan berkembang di Asia dan Afrika juga sudah berpindah pada pemimpin-pemimpin progressif di Amerika latin.
Proses dimungkinkan oleh beberapa factor; pertama, kemuduran perjuangan rakyat di Asia-Afrika. Kemunduran tersebut terletak pada terlemparnya gerakan rakyat keluar kekuasaan, dan kegagalan berbagai projek sosialisme dengan berbagai variannya dikawasan ini. Kedua, pemimpin-pemimpin Asia dan Afrika yang berkuasa sekarang telah berpisah dengan tradisi anti imperialisme dan pembebasan nasional di masa lalu. Banyak diantara mereka menjadi suksesor bagi proyek imperialistic di kawasan ini. Ketiga, kecuali China dan India, hampir semua tradisi “kemandirian bangsa” sudah terlepas di Negara-negara itu; mereka benar-benar berada pada posisi terjajah, bukan saja secara ekonomi dan politik, juga keterjajahan budaya.Dunia sekarang tak lagi bipolar, seperti dulu ada kubu Kapitalis dan Sosialis.
Sekarang lebih cenderung uni-polar; sebuah unit yang menyatukan bangsa-bangsa dalam sebuah pasar yang beroperasi secara global. Barangkali, penguatan nasional yang mencirikan perubahan politik Amerika Latin merupakan ancaman nyata bagi dunia kapitalisme. Amerika latin bukan saja fenomena menarik, akan tetapi dapat menginspirasikan perubahan kebelahan dunia lain, termasuk Asia dan Afrika. Barangkali “ekspor” revolusi, seperti yang pernah terjadi saat revolusi Rusia 1917, akan merupakan momok menakutkan bagi dunia imperialisme pada umumnya. Konferensi Asia-Afrika boleh dimatikan dengan menjadikannya sekedar seremonial, tapi semangatnya terus berkobar-kobar hingga kini.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi BERDIKARI online. Peneliti Lembaga Pembebasan dan Media Ilmu Sosial (LPMIS), pengurus pusat Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND).

Desak Rehab Benda Cagar Budaya

Sumber : Radar Bojonegoro
[ Rabu, 03 September 2008 ]
BOJONEGORO - Perhatian pemerintah kabupaten (pemkab) terhadap benda peninggalan masa lampau dinilai minim. Akibatnya, benda-benda itu tak terawat dan usang dimakan usia.
''Untuk itu benda-benda bersejarah yang ada saat ini harus direhab agar tidak rusak,'' kata Nasuka, ketua FPG DPRD Bojonegoro kemarin.
Politisi asal Malo ini mendesak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) memberikan perhatian terhadap sejumlah benda peninggalan sejarah yang ditemukan di wilayah Bojonegoro. Termasuk terkait pengajuan anggaran perawatan dan rehab. Sebab, lanjut dia, benda bersejarah itu memiliki keterikatan historis dan bukti identitas Bojonegoro.
Selain rehab, anggota Komisi D DPRD Bojonegoro ini meminta Disparbud proaktif meneliti benda-benda bersejarah yang baru ditemukan. Yakni meminta bantuan Balai Pelestarian Peningggalan Purbakala (BP3) Trowulan Mojokerto melakukan penelitian. ''Sehingga, nilai historis benda itu dapat diungkap, yang tentu berpenaruh pada pengungkapan sejarah,'' tuturnya.
Nasuka menyatakan fraksinya siap membantu memperjuangkan anggaran rehab benda purbakala tersebut. Alasannya, pengungkapan sejarah akan berpengaruh besar terhadap masa depan Bojonegoro. ''Kita semua tentu tidak ingin anak cucu kita kelak tidak mengetahui sejarah nenek moyangnya,'' tandasnya. (dim)

Kendoeri Tempo Doeloe: Ajakan Menguak Sejarah Bangsa Indonesia

BANGSA yang besar adalah bangsa yang mencintai sejarahnya, serta menghargai jasa para pahlawannya. Ungkapan yang keluar mulut Bung Karno, Presiden Republik Indonesia pertama ini, sayangnya mulai terlupakan. Sejarah berdirinya Indonesia, di kalangan pemuda penerus bangsa telah terkikis, seiring masuknya era globalisasi.
Padahal, sejarah bisa dijadikan panduan menuju bangsa yang besar. Semangat para pejuang bangsa harusnya menjadi inspirasi. Namun, seiring dengan peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional, 80 tahun Sumpah Pemuda, dan 63 tahun hari Kemerdekaan, semangat kebangsaan justru semakin luntur. Pemahaman sejarah di kalangan generasi penerus bangsa makin dangkal.
Berkaca pada kenyataan hilangnya ingatan sejarah bangsa, beberapa komunitas pencinta sejarah Indonesia, menggelar acara Kendoeri Tempo Doeloe Indonesia History Art & Culture Festival, pada 31 Oktober-2 November 2008, di Taman Menteng, Jakarta. Selama tiga hari, masyarakat akan dibawa kembali ke era perjuangan 1945, era orde baru, sampai pada era reformasi.
Koordinator Kendoeri Tempo Doeloe Tedy Tri Tjahjono menuturkan, dalam acara ini masyarakat bisa melihat seperti apa Indonesia zaman dulu. Harus diakui, Indonesia tidak akan menuai kebesaran dan kejayaan tanpa jasa para pahlawan bangsa. Bangsa Indonesia jangan sampai menjadi bangsa yang lupa kacang pada kulitnya.
"Di balik era masa kini, pasti ada masa lalu. Di balik kesuksesan ada kegagalan. Bangsa Indonesia, seharusnya jangan terlena dengan era globalisasi dan melupakan sejarah. Melalui festival budaya dan sejarah ini, diharapkan masyarakat sadar akan pentingnya nilai-nilai sejarah," papar Tedy saat ditemui SP, dalam acara Djoempa Warta-Kendoeri Tempo Doeloe, di Museum Bank Mandiri, Jakarta, baru-baru ini.
Mengangkat tema "Merajut Sejarah Menuju Kemandirian Bangsa", dalam festival akan ditampilkan cerita-cerita sejarah berbentuk deorama (patung-patung) dan theatrical (drama kecil). Semisal, pada masa penjajahan VOC, terdapat pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Dalam festival budaya dan sejarah Kendoeri Tempo Doeloe, masyarakat diajak melihat lebih dalam proses pembuatan jalan yang kini berusia sekitar 200 tahun.
Tujuan dari festival budaya dan sejarah ini, dipaparkan Ketua Pelaksana Tjandra T Koerniawan, yakni membangun pemahaman kepada generasi muda tentang sejarah bangsa. Konsep yang disajikan dalam festival tersebut sangat kental dengan suasana tempo dulu, lengkap dengan barang-barang etnik dan antik.
"Kami mencoba mengeksplorasi kebudayaan Indonesia dari masa ke masa. Dalam festival nanti, semua ditampilkan dengan gaya tempo dulu," ujar Tjandra.
Dalam festival mendatang, masyarakat seolah diajak berkeliling mengenakan mesin waktu. Rencananya, terdapat enam era yang ditampilkan oleh Kendoeri Tempo Doeloe yakni era VOC (1602-1900), era Belanda (1900-1942), era Jepang (1942-1945), era kemerdekaan (1945), era awal kemerdekaan (1945-1965), dan era pembangunan (1965-1980).
Pasar Rakyat
Sebanyak tiga jenis pasar rakyat juga ditampilkan, yakni Pasar Djajanan Tradisionil, Pasar Kerajinan, dan Pasar Barang kelontong. Khusus untuk hiburan, pengunjung disuguhkan panggung teatrikal tematik, panggung budaya daerah Indonesia, Keroncong, dan layar tancap.
Dalam festival Kendoeri Tempo Doeloe, pengunjung juga bisa menikmati berbagai pameran mobil kuno, 1.000 sepeda onthel, foto tempo dulu, barang antik, dan replika koleksi museum kuno.
"Pengunjung bisa bertanya langsung kepada veteran tentang latar belakang Indonesia. Target kami, Kendoeri Tempo Doeloe bisa membangkitkan rasa kebangsaan serta kebersamaan berbangsa dan bernegara," tambah Tjandra.
Tak ketinggalan pendukung yang terlibat dalam festival Kendoeri Tempo Doeloe juga berasal dari kalangan pencinta sejarah Indonesia, di antaranya Komunitas Historia Indonesia (KHI), Komunitas Bango Mania, Komunitas Sepeda Tua Indonesia, dan Komunitas Onthel Batavia. [EAS/U-5]
Sumber: Suara Pembaruan, Selasa, 2 September 2008

Danau Terindah Sedunia Itu....

Sumber : Forumbebas.com
JAYAPURA: Sebanyak 157 utusan dari negara-negara pemilik danau di dunia menurut rencana pada tahun ini akan berkunjung ke Kabupaten Paniai, Papua, untuk melihat dari dekat Danau Paniai yang menyimpan potensi wisata alam yang prospektif.
Bupati Paniai Naftali Yogi kepada Antara di Jayapura,mengatakan, keinginan 157 negara itu disampaikan saat berlangsungnya Konferensi Danau se-Dunia di India pada 30 November 2007.
Bupati Yogi yang juga turut hadir dalam konferensi tersebut mengatakan, negara-negara pemilik danau di dunia itu menilai Danau Paniai di Papua merupakan satu-satunya danau yang terindah dan masih belum dijamah tangan-tangan orang yang tidak bertanggung jawab.
Dikatakannya, Danau Paniai yang berada pada ketinggian 7.500 meter di atas permukaan laut itu kondisinya sampai sekarang masih alami, karena belum tercemar sehingga menjadi perhatian 157 negara untuk mengunjunginya.
Menurutnya, dalam Konferensi Danau se-Dunia di India itu disepakati pula untuk bersama-sama ikut melestarikan Danau Paniai karena merupakan danau terbaik dan terindah di dunia.
Ia mengatakan, untuk menyambut kedatangan duta 157 negara pemilik danau itu, pihaknya saat ini sedang membangun jalan mengelilingi danau dan rumah-rumah penginapan.
Diharapkan dengan kunjungan 157 negara ke Danau Paniai, maka mereka pun tergerak untuk memberikan bantuan dalam rengka melestarikan danau ini sehingga tetap menjadi danau yang terbaik dan terindah di dunia.
Selain mempersiapkan jalan dan penginapan, kata Bupati Yogi, pihaknya juga terus melestarikan nilai-nilai seni budaya masyarakat setempat yaitu seni budaya Suku Mee dan Suku Moni.
Pelestarian seni budaya tersebut telah dimasukkan ke dalam kurikulum lokal guna diajarkan kepada murid Sekolah Dasar (SD) mulai dari kelas satu sampai kelas enam, demikian Bupati Naftali Yogi menjelaskan.
Bener-bener danau yang indah,tapi kenapa yah tidak mendapat perhatian dari pemerintah???indonesia adalah negara kaya raya yang jadi miskin karena tidak bisa memanfaatkan SDA yang ada,sementara negara-negara lain berlomba-lomba tuk memanfaatkannya...huh. Ironisnya,negara-negara Lain Lebih tau tentang keindahan danau ini dibanding Indonesia sendiri,karena banyak diantara kita ga tau "apa sih itu Danau Paniai" bahkan mungkin baru pertama kali ini denger nama itu........ Kita Bak Tamu Di Negeri Sendiri...

Senin, 01 September 2008

RSJ Magelang

Oleh : Rusdhi Husein

Kemarin saya diminta memberikan masukan Sejarah Kedokteran dalam seminar sehari, dalam rangka pengembangan RSJ Prof Dr Soerojo Magelang (RSSM). Peserta cukup banyak kurang lebih 100 orang terdiri dari pegawai RSJ dari berbagai daerah, pejabat pemerintah, pemerhati sejarah dan masyarakat umum.Adapun tujuan Seminar, untuk menyatukan persepsi, pandangan serta pemahaman tentang RSSM sebagai Cagar budaya dan menemukan kriteria dasar untuk merancang revitalisasi dan pengembangannya berlandaskan kaidah-kaidah pelestarian dan pemugaran . Thema seminar adalah "RSJ. Prof. dr. Soeroyo Magelang Sebagai Cagar Budaya". Berbicara juga dalam seminar, beberapa tokoh dokter jiwa, budayawan dan arsitek. Sejarahnya, Rumah Sakit Jiwa ini didirikan pada tahun 1916, dan mulai beroperasi tahun 1923. Ir Scholtens merencanakan dan membangun Rumah Sait Jiwa di Jawa Tengah ini dengan kapasitas 1400 tempat tidur. Rumah Sakit Jiwa Magelang terletak 4 km dari pusat kota Magelang, ditepi jalan raya yang menghubungkan kota-kota Yogyakarta, Semarang dan Purworejo. Magelang yang sejuk adalah kota yang penuh dengan situs warisan budaya, dikelilingi Gunung Merapi, Merbabu, Andong dan Telomoyo disebelah timur, pegunungan Ungaran disebelah utara, Sindoro Sumbing disebelah barat, serta menoreh disebelah selatan dan berada di Kota Tidar ( Gunung yang disebut sebagai pakunya Pulau Jawa ). Semula Rumah Sakit ini disebut dengan nama “Krankzinnigengesticht Kramat”, dan setelah mengalami beberapa perubahan sesuai dengan perkembangan waktu, sesudah kemerdekaan namanya kemudian menjadi “Rumah Sakit Jiwa Magelang”. Untuk menghormati tokoh dokter Soerojo selaku direktur bangsa Indonesia pertama RSJ Kramat, nama rumah sakit ini selanjutnya bernama RSJ Dr Soerojo Magelang. Kunjungan keliling, memberikan kesan gambaran bahwa situs ini hampir sempurna terpelihara tanpa ada perubahan menyolok saat ini yang merusak citra warisan budayanya. Sejak tahun 1978, Rumah Sakit ini menjadi Rumah Sakit vertikal milik Departemen Kesehatan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor : 135/MenKes/SK/IV/1978. Rumah Sakit Jiwa Magelang adalah Rumah Sakit Jiwa kelas A sekaligus sebagai Rumah Sakit Jiwa Pendidikan. Direkturnya saat ini adalah teman sekelas waktu SMA dan FKUI yaitu Dr Djunaidi. Semoga RSSM maju terus.

Selasa, 26 Agustus 2008

Danau Tolire Sarat Legenda

Oleh : Wiko Rahardjo
Ada banyak keunikan di Danau Tolire Besar dan Danau Tolire Kecil. Hal itu tak terlepas dari legenda yang menyertainya. Benarkah di danau tersebut terdapat banyak buaya siluman berkeliaran?
Jika suatu saat Anda berkunjung ke Kota Ternate, Maluku Utara (Malut), ada baiknya menyempatkan diri ke objek wisata Danau Tolire. Danau ini terletak di Desa Takome, sekitar 10 km dari pusat kota Ternate. Untuk mencapai ke sana, butuh waktu kurang dari setengah jam dengan kendaraan bermotor.
Selain bentuknya yang unik, danau ini juga memiliki cerita legenda yang menarik. Berada di bawah kaki Gunung Gamalama, gunung api tertinggi di Malut, terdapat dua danau, yakni Danau Tolire Besar dan Danau Tolire Kecil. Jarak antara keduanya hanya sekitar 200 meter.
Mangkuk Raksasa
Danau Tolire Besar memiliki keunikan tersendiri. Bentuknya menyerupai sebuah mangkuk raksasa. Dari pinggir atas hingga ke permukan air danau, dalamnya sekitar 50 meter dengan luas sekitar lima hektare. Hingga kini belum ada yang mengukur kedalaman danau ini. Namun, menurut cerita warga, kedalamannya mencapai berkilo-kilo meter dan berhubungan langsung dengan laut.
Danau Tolire Besar mengandung air tawar dan banyak terdapat ikan. Namun masyarakat setempat tidak ada yang berani menangkap ikan atau mandi di danau itu. Mereka yakin, danau yang airnya berwarna coklat kekuning-kuningan itu dihuni oleh banyak buaya putih siluman yang panjangnya mencapai 10 meter. Buaya-buaya siluman ini konon sering terlihat berenang di tengah danau.
Tidak semua orang bisa melihat buaya siluman itu, hanya mereka yang beruntung saja yang bisa. Menurut masyarakat setempat, kalau berhati bersih baru berpeluang melihat buaya siluman di danau itu. Ada cerita juga, dulu ada seorang turis asing yang tidak percaya bahwa di danau itu ada buaya siluman. Wisatawan itu lalu turun dan mandi ke danau tersebut. Setelah berenang beberapa menit, ia menghilang. Warga meyakini turis itu dimangsa oleh buaya-buaya siluman tersebut.
Atraksi Unik
Ada atraksi unik di danau ini. Jika kita melempar sesuatu ke danau, seberapa pun kuatnya, tidak akan pernah menyentuh air danau. Padahal saat melempar dari pinggir atas danau, air danau terlihat berada di bawah kaki si pelempar. Bahkan tidak akan terlihat walaupun hanya percikan airnya. Batu-batu yang dilempar seperti menghilang tidak berbekas.
Oleh masyarakat sekitar danau, kegiatan inipun akhirnya dijadikan sebagai lahan bisnis. Mereka dengan serta merta akan menyediakan batu-batuan setiap kali ada pengunjung yang datang. Untuk lima buah batu harganya Rp 1.000.
Cerita lain yang beredar di masyarakat Ternate adalah di dasar Danau Tolire Besar banyak terdapat harta karun milik masyarakat Kesultanan Ternate saat Portugis menjajah Ternate pada abad ke-15. Masyarakat Ternate saat itu banyak membuang harta berharganya ke dalam danau, agar tak dirampas Portugis.
Ada sebuah cerita rakyat yang menghiasi keberadaan Danau Tolire Besar dan Danau Tolire Kecil itu. Menurut masyarakat setempat, kedua danau tersebut dulunya merupakan sebuah kampung yang masyarakatnya hidup sejahtera. Kampung ini kemudian dikutuk menjadi danau oleh penguasa alam semesta, karena salah seorang ayah di kampung itu menghamili anak gadisnya sendiri.
Saat ayah dan anak gadisnya yang dihamilinya itu akan melarikan diri ke luar kampung, tiba-tiba tanah tempat mereka berdiri anjlok dan berubah menjadi danau. Danau Tolire Besar dipercaya sebagai tempat si ayah, sedangkan Danau Tolire Kecil diyakini sebagai tempat si gadis. Kisah ini memang hanyalah sebuah legenda, namun bagi warga Ternate terutama para orang tua, sangat dijaga dan diyakini kebenarannya. Seharusnya dengan keberadaan legenda tersebut, pemerintah daerah bisa menjadikannya sebagai modal untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata yang banyak mendatangkan devisa

Batu Angus, Ternate



Oleh : Wiko Rahardjo
Ada suatu kawasan di kota Ternate yang disebut Batu Angus. Inilah sisa lelehan larva Gunung Gamalama yang megah itu.
Pada zaman Pleistochen, daratan pulau Ternate masih merupakan satu daratan dengan pulau-pulau seperti Morotai, Halmahera, Hiri, Maitara, Tidore, Mare, Moti, Makian, Kayoa, Bacan dan sebagainya yang terletak dalam rangkaian gunung berapi Zone Maluku Utara. Deretan pulau-pulau ini berada di sepanjang pantai barat pulau Halmahera di Propinsi Maluku Utara.
Perubahan alam yang terjadi selama ratusan-ribu tahun dan pergeseran kulit bumi secara evolusi telah membentuk pulau-pulau kecil di sepanjang "Jazirah tuil Jabal Mulku", (Istilah yang sering dipergunakan oleh Buya Hamka). Halmahera merupakan Pulau Induk dari di kawasan ini sekaligus menjadi dataran tertua, selain pulau Seram di Maluku Tengah.
Dari sudut pandang geologisnya, pulau Ternate merupakan salah satu dari deretan pulau yang memiliki gunung berapi, dari barisan garis ”strato vulkano active at south pacific” yang melintang di kawasan Asia timur ke Asia tenggara, dari utara ke selatan. Salah satu yang masih aktif di kepulauan Maluku Utara adalah gunung “Gamalama” di pulau Ternate dengan ketinggian 1.730 m. (Bangsa Portugis menyebutnya Nostra Senora del Rozario).
Gamalama tercatat pernah beberapa meletuskan semburannya pada tahun 1608, 1635, 1653, 1840 dan 1862. Letusan terhebat yang tercatat terjadi pada pertengahan abad ke-18, tepatnya pada tanggal 10 Maret 1737 yang bertepatan dengan 22 Dzulkaidah 1149.H yang mengakibatkan aliran lahar dari puncak hingga mencapai laut yang dikenal sekarang dengan “Batu Angus”. (sumber; F.S.A. de Clerq, Bijdragen tot de Kennis der Residentie van Ternate, Leiden, 1890).
Sisa-sisa letusan itu hinggi kini masih bisa Anda saksikan jika berkunjung ke Desa Batu Angus, sekitar lima belas menit perjalanan darat ke arah utara dari pusat kota Ternate. Di sana serakan larva beku membentuk komposisi unik tersendiri. Menyajikan pemandangan yang menakjubkan karena berlatar belakang Gunung gamalama yang selalu terselimuti Kabut tipis.
Batu Angus, demikian warga ternate menyebut serakan tersebut. Tahun demi tahun pemanfaatan terhadap bebatuan yang berwarna hitam legam ini pun terus berjalan. Warga memanfaatan serakan-serakan tersebut guna sebagai bahan bangunan. Terutama pondasi rumah.
Dari kawasan Batu Angus, jika andfa berhasil mencapai salah satu tempat tertingginya akan menyaksikan hamparan laut nan luas. Memanjakan mata bagi yang suka berpetualang.

Selasa, 19 Agustus 2008

ADA APA TANGGAL 17, 18, 19 DAN 20 AGUsTUS 1945 ?


Oleh : Rusdi Hoesein
Tanggal 17 Agustus 1945, koran Tjahaja Bandung terbit, tapi isinya tidak menyebut-nyebut Proklamasi atau rencana Proklamasi. Mereka dalam halaman 1 hanya menyebut kedatangan utusan Sumatera (Tengku Moh.Hasan, Dr Amir dan Mr Abas). Keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945, arsip tidak ada. Apa tidak terbit ? Baru tanggal 19 koran Tjahaja terbit kembali, dengan halaman muka secara menyolok memperlihatkan tulisan REPOEBLIK INDONESIA, Pembukaan UUD 45, Maklumat Soekarno-Hatta, maklumat KNIP dan informasi tentang terpilihnya Presiden dan wakil Presiden (Soekarno-Hatta). Rasanya inilah modal Revolusi kita yang perlu diketahui generasi muda. Yang juga diberitakan pada tanggal 20 Agustus 1945, isi UUD 45 secara lengkap (tentu saja belum di amandemen).M E R D E K A !

Muhammad Amin Al-Huseini dan Kemerdekaan Indonesia

Oleh : H. Ferry Nur S.Si, Sekjen KISPA

Syekh Muhammad Amin Al-Husaini seorang ulama yang kharismatik, mujahid, mufti Palestina yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap kaum muslimin serta negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia, walaupun pada saat itu beliau sedang berjuang melawan imperialis Inggris dan Zionis yang ingin menguasai kota Al-Quds, Palestina.Beliau memiliki nama lengkap Muhammad Amin bin Muhammad Thahir bin Musthafa Al-Husaini gelar Mufti Falestin Al-Akbar (Mufti Besar Palestina), lahir di Al-Quds pada tahun 1893.

Diangkat menjadi mufti Palestina pada tahun 1922 menggantikan saudaranya Muhammad Kamil Al-Husaini. Sebagai ulama yang berilmu dan beramal, memiliki wawasan yang luas, kepedulian yang tinggi, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini mengetahui dan merasakan penderitaan kaum muslimin di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia akibat penjajahan yang dilakukan kaum kolonial.Dukungan terhadap kaum muslimin dan negeri-negeri muslim untuk merdeka dari belenggu penjajahan senantiasa dilakukan oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, termasuk dukungan bagi kemerdekaan Indonesia.

Ketika tidak ada suatu negara dan pemimpin dunia yang berani memberi dukungan secara tegas dan terbuka terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia, maka dengan keberaniannya, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini mufti Palestina menyampaikan selamat atas kemardekaan IndonesiaM. Zein Hassan Lc. Lt. sebagai pelaku sejarah, di dalam bukunya yang berjudul Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, 1980, hal. 40, menjelaskan tentang peranserta, opini dan dukungan nyata Syekh Muhammad Amin Al-Husaini secara terbuka mengenai kemerdekaan Indonesia:“Sebagai contoh, pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini (melarikan diri ke Jerman pada permulaan perang dunia ke dua) kepada Alam Islami, bertepatan ‘pengakuan Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia.
Berita yang disiarkan radio tersebut dua hari berturut-turut, kami sebar-luaskan, bahkan harian “Al-Ahram” yang terkenal telitinya juga menyiarkan.”Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai mufti Palestina juga berkenan menyambut kedatangan delegasi “Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia” dan memberi dukungan penuh. Peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang, mungkin juga para pejabat dinegeri ini. Sehingga tidak mengherankan ada suara yang sumir, minor, bahkan sinis ketika ada anak negeri ini membantu perjuangan rakyat Palestina untuk merdeka, membebaskan tanah airnya dan masjid Al-Aqsha dari belenggu penjajah Zionis Israel.“Kenapa kita mikirin negeri Palestina? Negeri sendiri saja bayak masalah!”. Itulah ungkapan orang yang egois, orang yang berpikiran parsial, orang yang wawasannya hanya dibatasi teritorial yang sempit.

Kalimat tersebut di atas merupakan gambaran orang yang tidak pandai bersyukur, orang yang tidak pandai berterima kasih, ibarat pepatah mengatakan, ”seperti kacang lupa dengan kulitnya”.Di sinilah pentingnya mengenal dan mengetahui sejarah, sehingga tidak mudah dibodohi orang, ada kata-kata hikmah, “orang yang tahu sejarah akan punya ‘izzah”.“Orang yang paling banyak bersyukur kepada Allah adalah orang yang paling banyak berterima kasih kepada manusia”. (HR Thabrani).“Tidak dianggap bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada manusia”.(HR Abu Daud).Seharusnya kita berfikir dan merenung, kenapa Indonesia, negeri yang subur dan memiliki sumberdaya alam yang melimpah, sumber daya manusia yang potensial tidak dapat memberikan kesejahteraan kepada rakyat? Mungkin salah satu sebabnya adalah karena kita tidak pandai bersyukur, tidak pandai berterima kasih.

Perhatikanlah peringatan Allah dalam Al-Qur’an: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih."(QS: Ibrahim/14:7).Setelah berjuang tanpa kenal lelah, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini wafat pada tanggal 4 Juli 1974, di makamkan di pekuburan Syuhada’, Al-Maraj, Beirut, Libanon. Kaum muslimin dan tokoh pergerakan Islam menangisi kepergian ulama pejuang, pendukung kemerdekaan Indonesia, mufti pembela tanah waqaf Palestina, penjaga kemuliaan masjid Al-Aqsha. Semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahannya, menerima amal jihadnya dalam membela tempat suci kaum muslimin, kota Al-Quds.

Minggu, 17 Agustus 2008

Night Trail At “Museum Perumusan Naskah Proklamasi”.

Selain mendampingi beberapa kolega dari perusahaan-perusahaan swasta di Jakarta, dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-63 tahun ini, Komunitas Historia juga memiliki kegiatan sendiri.
Acara ini kami namakan “Melacak Jejak Proklamasi” yang dilaksanakan pada malam hari di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Sabtu (16/8) lalu.


Alhamdulillah acara yang diikuti sekitar 50 anggota millist Historia dan masyarakat umum ini berjalan dengan lancar dan terkendali. Kami memulai kegiatan dengan menyaksikan pemutaran Film perjuangan seputar detik-detik Proklamasi tahun 1945, koleksi dari pihak Museum. Selama pemutaran film kami dipandu oleh Bapak Rusdi Hoesein, Dosen Sejarah UI sekaligus Pembina Komunitas Historia.
Acara berikutnya adalah “Jelajah Malam” di dalam ruangan museum. Dengan keremangan lampu ruangan, kami menjajaki setiap sudut eks rumah laks. Maeda yang dulu digunakan untuk merumuskan naskah proklamasi oleh Soekarno dan kawan-kawan seperjuangannya. Selama menjelajah kami juga mendapatkan cerita-cerita menarik dari Bapak Rusdi.
Sebagai pengisi perut, kami disajikan santapan Nasi Ulam Khas Bapak Misjaya, dengan kehangatan bandrek dan cemilan ringan. Acara ini kami akhirin dengan diskusi dan sharing bersama dengan mengambil tema makna proklamasi.

Penggunaan Kata "Malay" di Dunia Ilmiah Internasional.

Oleh : Satria Utomo Drajat
Perlu dicermati, bahwa di dalam dunia ilmiah internasional, terutama Bahasa Inggris, penggunaan kata "Malay" tidak berarti "Malaysia".
Sebelum muncul istilah "Indonesia", "Malaya", atau "Malaysia", kata "Malay" seringkali digunakan untuk menyebut seluruh wilayah Asia Tenggara.
Biasanya pemakaian kata "Malay Archipelago" mencakup seluruh wilayah Asia Tenggara yang beragama Islam - yang mencakup Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepualuan Maluku, dan Filipina Selatan.
Bahasa Indonesia (Indonesian Language) dan Bahasa Malaysia (Malaysian Language) pun pada jaman dulu sama-sama berasal dari Bahasa yang secara ilmiah disebut sebagai Bahasa Melayu (Malay Language).
Jadi, kalau membaca kata "Malay/Melayu", jangan cepat panas, karena sebagian dari kita adalah orang Melayu.

Andaryoko Tidak Mengenal Foto Komandannya

Bapak Surachmat, Daidancho (komandan Batalyon) PETA Blitar tahun 1944-1945.
Foto dibuat sekitar tahun 1948 dan merupakan sumbangan putranya Ir Sujudi Surachmat.
Oleh : Rusdi Hoesein
Jumat tanggal 15 Agustus 2008, saya diundang Apa Kabarnya TV One dengan maksud mendampingi Andaryoko Wisnu Prabu yang sedang kondang itu untuk memberikan penjelasan bahwa dirinya benar-benar adalah Supriyadi Pahlawan Nasional.
Sebagai pengamat Sejarah, tidak banyak yang saya persiapkan, karena undangan datang tiba-tiba malam hari sebelumnya, padahal dokumen semua ada didalam digital file dan perpustakaan. Memang hal ini cukup serius karena sekitar jam 22.00 tanggal 14 Agustus 2008 Ki Utomo Darmadi menelpon saya dan ingin kepastian kalau saya bersedia untuk acara itu. Saya jawab mudah-mudahan bisa !. Ketika pagi jam 7.00 pagi tiba di Wisma Nusantara, memang Andaryoko sudah duduk diruang tamu.
Saya tidak mendekati dengan maksud, nanti saja saat wawancara. Saat wawancara dan ditanya pewawancaranya Andaryoko menginginkan kalau dirinya dibicarakan sebagai Suprijadi yang melakukan pemberontakan 63 tahun yang lalu terhadap pasukan Jepang di kota Blitar. Maka kesanalah pembahasan dilakukan. Setelah Andaryoko, saya diwawancarai soal apa yang saya tahu tentang Supriyadi. Saya menerangkan, apa yang saya ketahui dari Supriyadi yang saya kenal secara tidak langsung. Mulai dari pendidikannya di Seinendojo di Tanggerang, sampai pemberontakan Blitar Februari 1945. Kebetulan sekitar tahun 1995-1997 ada proyek penulisan buku sejarah PETA dimana saya dilibatkan.
Ketua penulisan adalah Lt.Jen (Purn) Purbo Suwondo saat itu ketua bidang kesejarahan LVRI. Oleh pak Purbo saya ditugaskan untuk mencari dokumen tertulis, foto, film dan buku-buku. Salah satu foto yang saya dapati adalah foto Bapak Surachmat komandan batalyon (Daidancho) dari Kediri Shu. Artinya komandannya Bapak Suprijadi yang saat itu adalah salah satu komandan pleton (Shodanco) di Blitar.
Nah, dari sekian foto yang ditunjukkan saat wawancara tanggal 15 Agustus 2008 jam 8.00 pagi ini dan berhasil muncul dilayar kaca, antara lain foto Pak Surachmat dan ternyata Pak Surachmat tidak dikenal oleh Andaryoko. Mungkinkah Andaryoko yang mampu bercerita secara detail menurut fahamnya soal pemberontakan Blitar tahun 1945 itu tidak mengenal Daidanchonya sendiri yaitu Surachmat ? Soal ini sungguh membingungkan .

Merah putih Summarecon


Ada banyak cara untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI k-63, salah satunya seperti yang dilaksanakan oleh Grup Summarecon, Jakarta. Mereka mengajak karyawan dan keluarganya berjalan-jalan menapak tilasi jejak proklamasi dengan mengunjungi situs-situs bersejarah di Jakarta, Jum’at (16/8) lalu.
Acara dipandu oleh Komunitas Historia dengan melakukan perjalanan mengunjungi Pelabuhan Sunda Kelapa, Museum Bahari, Museum Sejarah Jakarta, Museum wayang, Museum Bank Mandiri, dan Museum Bank Indonesia yang terletak di kawasan Kota Tua Jakarta.
Rangkaian perjalanan diakhiri dengan mengikuti pawai kemerdekaan yang dilaksanakan oleh departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dengan mengambil rute Museum Naskah Proklamasi hingga Monumen Proklamasi. Selama mengikuti pawai kemerdekaan peserta dari Sumareccon mendapat sambutan paling meriah dari para penonton dan peserta lainnya.
Maklum pakaian yang mereka gunakan beragam. Mulai dari seragam tentara, pakaian pejuang tempo dulu, hingga pakaian adat Indonesia. Di Monumen, para peserta juga mengadakan lomba baca Teks Proklamasi yang secara spontan diikuti pula oleh para peserta pawai lainnya.

Napak Tilas 63 Tahun Proklamasi Bersama "Holcim"

Memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-63, PT. Holcim Tbk bersama dengan Komunitas Historia mengadakan kegiatan melacak jejak proklamasi, Jum’at (15/8) lalu. Kegiatan yang dilaksanakan pada malam hari ini mengambil lokasi di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jalan Imam bonjol, Jakarta Pusat.

Acara dimulai sejak pukul 18.30 WIB dengan melibatkan hampir seluruh jajaran PT. Holcim Tbk. Mereka yang datang dengan mengenakan seragam serba merah dan putih terlihat begitu antusias. Total peserta yang hadir mencapai sekitar 100 orang.
Setelah bersama-sama menyantap hidangan makan malam, kegiatanpun di mulai dengan menjelajahi setiap sudut ruangan Museum yang merupakan bekas kediaman Laks. Maeda dengan dipandu antara lain oleh Rusdi Hoesein, dosen sejarah dari Universitas Indonesia sekaligus Pembina Komunitas Historia.
Kemeriahan juga terlihat ketika para peserta mengikuti beberapa lomba yang diadakan. Seperti lomba tarik tambang, balap karung, makan kerupuk, dan teka-teki. Selama kegiatan berjalan, iringan musik keroncong dari salah satu Grup Keroncong betawi mengalun menambah suasana keakraban di antara peserta.